Sejarah kesuksesan Inter Milan sepertinya tak pernah lepas dari sebuah tim bernama Rubin Kazan. Musim 2009-10 saat merebut treble winners, Inter berada satu grup dengan klub asal Rusia itu.
Dan musim 2012-13 terjadi De ja vu. Inter kembali ditakdirkan kembali bertemu Rubin Kazan. Ajangnya berbeda, kali ini di Europa League. Pemain dan pelatih Inter pun sudah berbeda. Namun ada yang sama, Rubin masih ditukangi oleh Kurban Berdyev.
Berdyev adalah pelatih yang sanggup mengantarkan Rubin mengalahkan Barcelona 2-1 di Camp Nou pada 2009. Pria asal Turkmenistan ini dikenal sebagai Muslim yang religius.
Selang tiga tahun sejak kali terakhir bertemu Inter, sikap religius Berdyev tidak berubah. Di pinggir lapangan saat memimpin tim, ia sering terlihat membawa tasbih. Sebelum dan sesudah laga, ia tidak pernah lupa shalat.
Di setiap jumpa pers, ia biasa mengenakan topi dan irit bicara. Penjelasannya singkat, filosofis, dan sering diiringi ucapan ”alhamdulillah”. Ia biasa merayakan kesuksesan timnya dengan umrah ke Mekkah.
Hal tersebut yang terlihat dalam dua kali pertemuan dengan Inter. Berdyev terlihat di pinggir lapangan begitu khusyuk bertasbih. Dan hasilnya dari 2 pertemuan dengan Inter begitu luar biasa.
Di pertemuan pertama, Rubin nyaris saja membuat Inter menanggung malu di hadapan publik Giuseppe Meazza. Beruntung gol Yuto Nagatomo di masa injury time sanggup memaksakan hasil imbang 2-2.
Saat pertemuan kedua di Kazan bahkan lebih luar biasa. Tanpa ampun Rubin menggilas Inter dengan skor 3-0. Memang Inter banyak menurunkan tim Primavera, tapi skor ini rasanya terlalu besar.
Rubin pun berhasil finis sebagai juara grup. Dari 5 pertandingan, mereka mengumpulkan 13 poin, disusul Inter yang menempat peringkat kedua dengan 10 poin.
kekuatan doa dan dzikir Berdyev memang luar biasa!!!
Prestasi Berdyev
Nisa (1998–1999)
Turkmenistan League (1): 1999
Turkmenistan Cup (1): 1998
Rubin (2002–sekarang)
Russian First Division (1): 2002
Russian Premier League (2): 2008, 2009
Russian Cup (1): 2012
Jumat, 23 November 2012
Senin, 19 November 2012
Mengungkap Sejarah, 1921-22 Seharusnya Inter Degradasi?
Inter Milan tercatat sebagai satu-satunya klub Italia yang tak pernah terdegrasi ke Serie B. Hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Interisti. Inter selalu bermain di kasta teratas Italia.
Namun ternyata, di zaman nenek moyang kita, Inter pernah mengalami fase yang sangat buruk. Tepatnya pada musim 1921-22. Inter berada di posisi juru kunci klasemen grup B (peringkat 12) dengan 11 poin dari 22 pertandingan. La Beneamata hanya mampu 3 kali menang, 5 imbang, dan 14 kali kalah. Lihat klasemen akhirnya di sini.
Fakta ini tiba-tiba saja menjadi perbincangan bagi Juventini akhir-akhir ini. Mereka menyebut Inter seharusnya terdegradasi, namun tak jadi karena ditolong oleh Federasi Sepakbola Italia (FIGC). Benarkah demikian?
Mengatakan hal tersebut sepertinya tak mau tahu apa yang sebenarnya terjadi. Di musim 1921-22 terjadi dualisme di Liga Italia. Bisa dikatakan sama dengan kondisi di Indonesia saat ini, di mana terdapat 2 kompetisi, Indonesia Super League (ISL) dan Indonesian Premier League (IPL).
Pada tahun 1921, Inter termasuk salah satu tim yang keluar dari FIGC dan mengikuti liga yang dibentuk oleh C.C.I (Confederazione Calcistica Italiana). C.C.I merupakan organisasi tandingan FIGC (Federazione Italiana Giuoco Calcio) yang dibentuk oleh tim-tim yang meminta rencana pengurangan anggota Liga Italia. Sama seperti KPSI di Indonesia sekarang.
Sejak awal, CCI ini tak jelas format degradasi dan promosinya. Sama halnya saat IPL pertama kali dibentuk, tak jelas apakah ada degradasi. Ingat ini liga tandingan. Tak mungkin langsung ada degradasi.
Nah, meskipun Inter berada di peringkat buncit, memang tak ada degradasi saat itu. Liga CCI ini akhirnya bubar dan dibentuk semacam play-off untuk bermain di musim 1922-23 di kompetisi resmi FIGC.
Inter harus mengikuti fase Spareggi (Babak kualifikasi pen-degradasi-an), dan Inter berhasil lolos kembali bermain di kompetisi teratas Italia setelah mengalahkan SC Italia-Milan 2-0 kemudian Libertas Firenze dengan agregat 4-1 (3-0 & 1-1) di kualifikasi Spareggi tersebut. Inter pun berhak bermain di Primera Divisione 1922-23.
Jadi yang patut digarisbawahi di sini Inter tak pernah degradasi. Di musim tersebut ada dualisme, dan memang pada awalnya tak ada format degradasi-promosi.
Sistem yang digunakan saat itu pun bukan Serie A yang kita kenal sekarang. Ada dua wilayah, utara selatan. Lalu tiap wilayah pun ada beberapa grup. Mungkin mirip dengan sistem Perserikatan dan Galatama di Indonesia dulu.
Serie A dengan format degradasi-promosi baru diperkenalkan di musim 1929-30. Ini format profesional dengan sistem satu wilayah. Dan total Inter telah 96 musim bermain di Serie A tanpa pernah merasakan Serie B.
So, berbanggalah menjadi Interisti!
Namun ternyata, di zaman nenek moyang kita, Inter pernah mengalami fase yang sangat buruk. Tepatnya pada musim 1921-22. Inter berada di posisi juru kunci klasemen grup B (peringkat 12) dengan 11 poin dari 22 pertandingan. La Beneamata hanya mampu 3 kali menang, 5 imbang, dan 14 kali kalah. Lihat klasemen akhirnya di sini.
Fakta ini tiba-tiba saja menjadi perbincangan bagi Juventini akhir-akhir ini. Mereka menyebut Inter seharusnya terdegradasi, namun tak jadi karena ditolong oleh Federasi Sepakbola Italia (FIGC). Benarkah demikian?
Mengatakan hal tersebut sepertinya tak mau tahu apa yang sebenarnya terjadi. Di musim 1921-22 terjadi dualisme di Liga Italia. Bisa dikatakan sama dengan kondisi di Indonesia saat ini, di mana terdapat 2 kompetisi, Indonesia Super League (ISL) dan Indonesian Premier League (IPL).
Pada tahun 1921, Inter termasuk salah satu tim yang keluar dari FIGC dan mengikuti liga yang dibentuk oleh C.C.I (Confederazione Calcistica Italiana). C.C.I merupakan organisasi tandingan FIGC (Federazione Italiana Giuoco Calcio) yang dibentuk oleh tim-tim yang meminta rencana pengurangan anggota Liga Italia. Sama seperti KPSI di Indonesia sekarang.
Sejak awal, CCI ini tak jelas format degradasi dan promosinya. Sama halnya saat IPL pertama kali dibentuk, tak jelas apakah ada degradasi. Ingat ini liga tandingan. Tak mungkin langsung ada degradasi.
Nah, meskipun Inter berada di peringkat buncit, memang tak ada degradasi saat itu. Liga CCI ini akhirnya bubar dan dibentuk semacam play-off untuk bermain di musim 1922-23 di kompetisi resmi FIGC.
Inter harus mengikuti fase Spareggi (Babak kualifikasi pen-degradasi-an), dan Inter berhasil lolos kembali bermain di kompetisi teratas Italia setelah mengalahkan SC Italia-Milan 2-0 kemudian Libertas Firenze dengan agregat 4-1 (3-0 & 1-1) di kualifikasi Spareggi tersebut. Inter pun berhak bermain di Primera Divisione 1922-23.
Jadi yang patut digarisbawahi di sini Inter tak pernah degradasi. Di musim tersebut ada dualisme, dan memang pada awalnya tak ada format degradasi-promosi.
Sistem yang digunakan saat itu pun bukan Serie A yang kita kenal sekarang. Ada dua wilayah, utara selatan. Lalu tiap wilayah pun ada beberapa grup. Mungkin mirip dengan sistem Perserikatan dan Galatama di Indonesia dulu.
Serie A dengan format degradasi-promosi baru diperkenalkan di musim 1929-30. Ini format profesional dengan sistem satu wilayah. Dan total Inter telah 96 musim bermain di Serie A tanpa pernah merasakan Serie B.
So, berbanggalah menjadi Interisti!
Langganan:
Postingan (Atom)
Entri yang Diunggulkan
Tahun 2024 Tahunnya Inter Milan dan Persib Bandung
Tahun 2024 ini menjadi tahun yang gemilang untuk dua klub favorit saya, Inter Milan dan Persib Bandung. Betapa tidak, kedua klub yang identi...
-
Tanggal 27 Mei ini adalah hari yang bersejarah bagiku. Tepat dua dasawarsa silam aku dilahirkan. Tentunya berbagai pengalaman, baik suka mau...
-
Inter Milan tercatat sebagai satu-satunya klub Italia yang tak pernah terdegrasi ke Serie B. Hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Inte...
-
Sekarang saya akan membahas mengenai julukan klub. Berbicara tentang julukan sebuah klub, hampir setiap klub memiliki julukan dengan hal-ha...