Sebagai penduduk asli Kota Bandung, sudah lama saya mengagumi Persib Bandung. Meskipun tak kunjung merebut gelar juara, sepak terjang Maung Bandung selalu saya ikuti.
Saya ingat betul tanggal saat itu, 12 Mei 2004. Saya masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Stadion Siliwangi, markas Persib saat itu sangat dekat dengan sekolah saya, SMAN 5 Bandung.
Setiap Persib bertanding, Bobotoh selalu melewati sekolah saya. Rasanya ingin mencicipi atmosfer stadion secara langsung. Sebab saat itu, saya hanya menjadi Bon Jovi alias Bobotoh Lalajo dina TV.
Tapi, tanggal 12 Mei 2004 ada pertandingan Super Big Match yang sangat sayang untuk dilewatkan dalam lanjutan Liga Indonesia. Persib vs Persija Jakarta, duel yang dibumbui rivalitas tinggi antara Bobotoh dan juga Jakmania.
Akhirnya, saya pun mengajak tetangga di dekat rumah saya, yang bernama Pasha (bukan Pasha Ungu) dan Bowo, untuk menyaksikan secara langsung Persib di stadion. Dia sudah beberapa kali nonton Persib di stadion, sedangkan saya belum pernah.
Kami bertiga pun berangkat ke Siliwangi. Demi Persib, meskipun harus beli tiket di calo dengan harga yang lumayan mahal pun tak masalah.
Kami tiba di stadion sekitar pukul 13.00, sedangkan pertandingan baru dimulai pukul 15.30. Meskipun demikian, Bobotoh sudah memenuhi stadion. Tak ada Jakmania, karena memang saat itu suporter ibukota dilarang hadir, mengingat rivalitas yang begitu tinggi dan rawan bentrokan.
Pemain andalan Persib saat itu Alexander Pulalo, Alejandro Tobar, Suwitha Patha, dan Yaris Riyadi. Pulalo menjadi idola karena gaya nyentriknya dengan sepatu yang berbeda warna antara kiri dan kanan. “Pulalo, pulalo, Pulalo,” Bobotoh meneriakkan nama Pulalo setiap sang pemain membawa bola.
Sementara itu, Persija saat itu punya Ismed Sofyan dan Bambang Pamungkas yang menjadi andalan. Bepe beberapa kali merepotkan barisan pertahanan Persib. Bobotoh harus menahan nafas setiap kali ada peluang dari Bepe, terutama dari sepak pojok.
Skor imbang 0-0 saat itu. Ada sedikit kekecewaan, karena Persib gagal menang di kandang sendiri. Tapi, bagi saya pengalaman di Siliwangi ini membuat saya semakin mencintai Persib dan juga sepakbola.
Skripsi saya di tahun 2010, di Jurusan Manajemen Komunikasi tak jauh dari sepakbola. Judulnya adalah Konstruksi Figur Pemain Bola Muslim dalam Rubrik "Super Ball Edisi Khusus Ramadan" di Harian Pagi Tribun Jabar.
Pada 2011, saya diterima bekerja sebagai jurnalis di VIVA.co.id. Pekerjaan saya tak jauh dari hobi saya, yakni sebagai jurnalis bola dan Sport.
Mencintai Persib dan sepakbola membuat saya mendapatkan banyak hal. Puncaknya pada 2013, saya berkesempatan berkeliling stadion di Inggris. Memang bukan tugas dari kantor, tapi tentunya ini mimpi yang menjadi kenyataan.
Saya mengunjungi berbagai stadion yang sebelumnya hanya bisa dilihat lewat layar kaca televisi. Dari mulai Stamford Bridge, Emirates, Old Trafford, Anfield, dan juga Wembley.
Meskipun saat itu hanya stadium tour, bukan menyaksikan pertandingan, tentunya menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Dan jika dirunut dari awal, pengalaman masuk berbagai stadion dunia ini berawal dari Siliwangi, saat laga klasik Persib vs Persija.