Tanggal 20 Maret lalu saya bekerja di Harian Olahraga OLE! yang berada di daerah Ciputat, Jakarta Selatan. Agak aneh sebab setiap saya menanyakan gaji selalu berusaha menghindar, dan kontrak pun tak kunjung diberikan. Keanehan memuncak sampai saat ini di mana semua karyawan OLE belum menerima gaji.. Ada apa dengan OLE? Berikut ini penelusuran dari Jojo Raharjo di mediaindependen.com. Jojo Raharjo, pria yang menganggap sepakbola sebagai agama keduanya. Menjadi wartawan bayaran sejak 1997, pernah bekerja sebagai reporter Radio Sonora Surabaya, CVC Australia dan Tempo. Kini menjadi jurnalis lepas dan juga dosen penyiaran di UKI.
Tulisan ini tidak ada maksud menjelek-jelekkan ini adalah 100 persen fakta. Keadilan memang harus ditegakkan. Dalam twitter @koran_ole terakhir pun statusnya
"Apakah karyawan koran ole sudah di gaji ??" Sungguh memprihatinkan.
Posted on | April 28, 2011
Salah satu cover Harian Olahraga Ole! Mencoba bangkit atau jadi almarhum?
Sebuah harian olahraga baru ditutup tanpa alasan jelas. Lagi-lagi, wartawan dan seluruh awaknya jadi korban.
Februari lalu,
Ole!, sebuah harian olahraga baru menyeruak di lapak-lapak koran pinggiran Jakarta. Koran anyar ini tampaknya bersiap mengibarkan bendera perang dengan
Top Skor dan
Goal, dua surat kabar harian lain yang lebih dulu lahir di ibukota. Persaingan sebenarnya tidak hanya dengan dua media itu. Di ceruk tabloid olahraga, ada dua media di bawah bendera
Kompas Gramedia, yakni tabloid
Bola –terbit 3 kali sepekan- dan mingguan
Soccer. Selain itu, ada juga koran umum yang memasang halaman olahraga sebagai jualan utamanya, misalnya
Indo Pos, Seputar Indonesia, dan
Jurnal Nasional.
Karena itu, kehadiran
Ole! memanaskan kompetisi yang ada. Di box pimpinan redaksi, tertera nama Sigit Nugroho, mantan pimpinan halaman
Ole! Nasional – nama rubrik belasan halaman yang mengulas persepakbolaan nasional. di tabloid
Bola. Wajah Sigit kerap tampil di layar kaca sebagai komentator pertandingan sepakbola nasional. Kabar terakhir, ia mundur dari
Bola karena bergabung dengan Agum Gumelar dalam event organizer untuk mendatangkan Manchester United ke Senayan dua tahun silam. Sebuah megaproyek yang hancur berantakan akibat ledakan bom di JW Marriot dan Ritz Carlton Kuningan, dua hari sebelum Wayne Rooney dan kawan-kawan mendarat di Jakarta.
Sayang, tak sampai dua bulan,
Ole! bernasib tragis. Koran yang dijual 2 rebu perak itu gulung tikar tanpa musabab yang pasti. “Total terbit sebanyak 21 edisi. Itu pun tak rutin setiap hari. Pernah antara edisi satu ke edisi lainnya sampai jeda dua pekan,” kata salah seorang awak redaksinya kepada
Media Independen.
Wartawan yang tak mau namanya dipublikasikan secara terbuka ini menuturkan, ia bergabung dengan kantor
Ole! di kawasan Cirendeu sejak awal Maret. “Diajak teman yang sudah duluan di sana. Langsung kerja, lalu seminggu kemudian mendapat ID Press,” katanya.
Sempat curiga karena tak kunjung menandatangani surat kontrak kerja, ia kemudian tak mempersoalkan keganjilan itu karena keinginannya menjadi jurnalis olahraga begitu membara. “Pasrah saja mau diberi gaji berapa, yang penting bisa jadi wartawan sepakbola,” katanya.
Bekerja lebih dari sebulan, keanehan lain didapatnya. Koran harian ini tak terbit seiring dengan hadirnya mentari pagi. “Beberapa hari cetak, kemudian berhenti, lalu terbit lagi. Terakhir cetak pada edisi ke-21 tertanggal 20 April,” kisahnya. Setelah itu, karyawan mendapat libur hingga 25 April. “Pada 25 April itu kami masuk, tapi tak ada informasi apapun. Pihak manajemen menyatakan tidak bisa membayar gaji karena uang dari investor belum turun,” lanjutnya. Selidik punya selidik, para karyawan mendapat informasi bahwa investor sempat mengucurkan dana Rp 700 juta. Adapun sang pimpinan redaksi, Sigit Nugroho, tak nampak batang hidungnya sejak 19 April.
Maka terlantarlah nasib karyawan
Harian Olahraga Ole!, yang kalau dihitung berdasar nama di box redaksi mencapai 39 orang. “Ada beberapa orang mengantongi kas bon Rp 200 ribu,” tuturnya. Beberapa orang sempat mendapat gaji, meski tak sesuai nominal kontrak. Reporter yang mestinya memperoleh Rp 1,5 juta digaji Rp 900 ribu, redaktur kontraknya digaji Rp 3,5 juta hanya beroleh Rp 1,5 juta, sementara redaktur pelaksana yang dijanjikan Rp 7 juta cuma dibayar Rp 2 jutaan. “Katanya, 3 bulan awal gajian hanya dapat 60 persen,” tukasnya.
Kantor Ole! di Cirendeu
Saat
Media Independen menelpon kantor redaksi
Ole!, seorang petugas keamanan bernama Aris menyatakan koran itu masih akan terbit. “Tapi tak tahu kapan persisnya,” katanya. Tak ada satu pihak pun yang bisa memberi penjelasan mengenai nasib karyawan
Ole yang terlantar. “Masih pada
meeting di luar, saya sendiri tak bisa memberi informasi soal itu,” katanya.
Ternyata bukan sekali ini
Ole! menjalankan modusnya. Akhir tahun lalu,
situs berita VHR memberitakan, mereka membuat masalah serupa di Bandung. Lebih parah lagi, wartawan dan karyawan yang direkrut merasa tertipu karena tak selembar edisi pun pernah diterbitkan. Karyawan harian
Ole! Jawa Barat sudah 3 bulan tidak mendapatkan upah. Harian olahraga ini memiliki 23 karyawan, terdiri atas 3 redaktur, 7 wartawan, dan 16 karyawan dengan berbagai posisi.
Salah satu wartawan, Jaka Permana, mengatakan saat bergabung menandatangani kontrak kerja dengan perjanjian upah sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Namun, hingga bulan ketiga, perusahaan tidak juga membayarkan gaji kepada seluruh karyawan. ”Bukan saya saja yang tidak di gaji. Karyawan lain pun tidak,” kata Jaka.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI)Bandung menyatakan tindakan pengelola harian
Ole! merupakan pelanggaran ketenagakerjaan dan mendorong para karyawan mengadu ke Dinas Tenaga Kerja.”Kami siap memfasilitasi proses advokasi jika karyawan
Ole! memintanya,” kata Agus Rakasiwi, Ketua AJI Bandung saat itu.
Kini, tersiar kabar di kalangan wartawan
Ole! Jakarta, aksi serupa akan dilakukan
Ole! di Semarang.
Para wartawan dan seluruh kru
Ole di Jakarta bertekad tak tinggal diam. “Kalau masih tak ada kabar, bulan Mei kami akan bergerak lagi,” kata jurnalis yang baru saja kehilangan suasana kerja di tempat yang sebenarnya diidam-idamkannya itu. “Saya hanya berharap gaji saya selama dua bulan dibayar. Itu saja,” katanya.
Tak Bayar Karyawan, Pemred Ole! Kabur
22 September 2010 - 16:49 WIB
Bambang Prasethyo / Arwani
VHRmedia,Bandung- Karyawan harian
Ole! Jawa Barat sudah 3 bulan tidak mendapatkan upah. Harian olahraga ini memiliki 23 karyawan, terdiri atas 3 redaktur, 7 wartawan, dan 16 karyawan dengan berbagai posisi.
Salah satu wartawan, Jaka Permana, mengatakan saat bergabung menandatangani kontrak kerja dengan perjanjian upah sebesar Rp 1,5 juta per bulan. Namun, hingga bulan ketiga, perusahaan tidak juga membayarkan gaji kepada seluruh karyawan. ”Bukan saya saja yang tidak di gaji. Karyawan lain pun tidak,” kata Jaka, Rabu (22/9).
Sigit Nugroho, pemimpin redaksi dan penggagas berdirinya Ole!, menghilang ketika akan dimintai pertanggungjawaban. ”Kami sudah menghubungi Sigit melalui telepon selulernya, tapi tidak ada jawaban. Waktu rumahnya kami datangi, barang-barangnya sudah tidak ada. Dia sudah kabur!” kata Jaka.
Harian Ole! berkantor di Jalan PHH Mustopa 20 Bandung. Namun, para karyawan tidak tahu harus menuntut hak mereka ke mana, karena Pemred Sigit Nugroho dan Wapemred Nandang Muhamad Solihin menghilang.
Aliansi Jurnalistik Independen Bandung menyatakan tindakan pengelola harian Ole! merupakan pelanggaran ketenagakerjaan dan mendorong para karyawan mengadu ke Dinas Tenaga Kerja.”Kami siap memfasilitasi proses advokasi jika karyawan Ole! memintanya,” kata Agus Rakasiwi, Ketua AJI Bandung. (E4)
Foto: VHRmedia / Bambang Prasethyo