Tanggal 28 September nanti adalah hari yang paling ditunggu di kota Milan. Akan terjadi derby superpanas dan paling menarik di Eropa. Walaupun saat ini prestasi Inter dan Milan berbanding terbalik (Inter di atas, Milan di papan bawah) derby ini tetap menarik ditunggu. Kita lihat saja apakah Inter akan menang atau sebaliknya Milan akan kalah. Sebelum itu di sini akan dibahas mengenai sejarah panjang derby yang menarik ini.
Dunia telah mengenal persaingan antara Spartan dan Persia lewat salah satu film Hollywood sebagai seteru yang melahirkan kisah heroik, dimana pihak Spartan dengan jumlah pasukan yang seadanya berhasil memberikan pukulan telak kepada bangsa Persia. Tapi itu semua telah berlalu. Peta dunia telah berubah dan perseteruan mereka tinggal sejarah. Di dunia Sepakbola, perseteruan semacam itu masih ada. Walaupun hanya dalam bentuk permainan sepakbola. Tapi bukan rahasia lagi rivalitas kedua tim asal kota Milan, Internazionale FC versus AC Milan bukan hanya di dalam lapangan hijau, perseteruan di luar lapangan pun mewarnai “perang saudara” ini. Persaingan klasik tim sekota ini konon paling legendaris di Italia, bahkan Eropa.
Tepat 9 Maret 2008 warga kota Milan merayakan 100 tahun persaingan di antara dua klub mereka. Sejarah persaingan klub sekota ini dimulai ketika anggota Milan FC memisahkan diri. Mereka memprotes terlalu banyaknya campur tangan dan pengaruh Inggris. Pada 9 Maret 1908, sekelompok pria Italia dan Swiss yang kerap bertemu di ruang belakang Restoran Orologio akhirnya bersepakat memisahkan diri. Dipimpin Giovanni Paramithhiotti, mereka membentuk klub baru Internazionale Milano. Nama “Internazionale” dipilih karena klub membuka diri terhadap siapapun untuk mencatatkan diri diri sebagai anggota.
Sejak itu, persaingan dua klub sekota dimulai. Pada lima tahun pertama, Milan FC masih mendominasi dengan serangkaian kemenangan. Dan baru terputus ketika Internazionale mengalahkan mereka 5-0 pada kejuaraan tahun 1910. Pada masa itu, Internazionale mulai populer disebut “Inter” saja. Karena berasal dari Milan, orang kemudian akrab menyebutnya Inter Milan. Nama itulah yang kemudian dikenal sampai sekarang. Inter kemudian banyak diasosiasikan sebagai klub bagi masyarakat menengah ke atas warga Milan. Adapun Milan FC —kemudian berubah jadi AC Milan— lebih banyak didukung masyarakat kelas pekerja.
Atmosfer panas derby Milan
Namun “kategorisasi” ini tak bertahan lama. Pada dekade 1980-2000-an ini, kian sulit membuat definisi tentang rivalitas mereka. Pendukung “Nerazzurri —julukan Inter— maupun “Rossoneri’, sebutan AC Milan, tak pernah betul-betul bisa diidentifikasi berdasarkan kelas sosial maupun lokasi geografisnya. Bahkan dalam satu keluarga warga Milan pun bisa terjadi perbedaan dukungan.
Sebelum Milan FC terpecah jadi dua klub, mereka sempat meme¬nangkan tiga kejuaraan Italia semasa masih berlaku sistem regional. Yang terakhir pada 1907. Setelah perpecahan, giliran Inter yang menjadi kekuatan baru.
Bahkan, dua dekade kemudian, dengan nama baru Ambrosiana-lnter, mereka jadi klub pertama yang memenangkan liga nasional Serie A. Bermarkas di Stadion Arena, di belakang kastil Sforzesco, Inter saat itu mengalahkan popularitas rival sekotanya. AC Milan sendiri mempunyai stadion baru di sebelah barat kota yang dinamakan San Siro. Stadion ini dibangun dengan suntikan dana Piero Pirelli, mantan pelanggan “American Bar”. Dialah salah seorang jutawan terkaya di Italia saat itu dengan pabrik ban Pirellinya yang terkenal. AC Milan boleh saja punya stadion yang lebih membanggakan. Tapi Interlah pemilik pemain-pemain pujaan publik. Di antaranya, Giuseppe Meazza yang bermain bagi negerinya pada Piala Dunia 1934 dan 1938. Selama 224 kali membela Inter, Meazza mencetak 248 gol. Luar biasa! Ironisnya, Stadion Arena yang jadi tempat Meazza membuktikan aksi-aksi fantastisnya kemudian dikotori ulah pasukan Nazi pada Perang Dunia II. Mereka menjadikannya sebagai tempat menjagal dan menghabisi para pejuang lokal.
Sesudah Perang Dunia II, dengan berat hati, Inter terpaksa meninggalkan Stadion Arena. Sejak itu, Inter bergabung dengan AC Milan menempati San Siro. Stadion berbentuk segi empat itu direnovasi pada 1996 dengan membangun ruang pers baru dan dilengkapi lintasan atletik semi permanen.
Inter dan Milan bergantian memenangkan berbagai gelar liga pada awal dekade 1950-an. Dan publik San Siro menjadi saksi bagaimana derby di antara mereka berlangsung sangat ketat dan menegangkan. Yang paling dramatis pada 1949. Ketika itu, pertandingan berjalan sangat seru dan berakhir 6-5 bagi Inter. Salah satu penonton paling histeris adalah Massimo Moratti —kini Presiden Inter— yang saat itu masih kecil. Namun, secara keseluruhan, partai derby masih dikuasai AC Milan. Namun, khusus untuk derby ‘di Seri A, Inter yang unggul.
Boleh dibilang, ada dua figur utama yang membawa Milan jadi kota sepakbola utama di Italia. Yang pertama, tentu saja, Helenio Herrera, pelatih Inter pada dekade 1960-an. Herrera bukan sekadar pelatih Inter. Pria yang dijuluki “II Mago (Sang Penyihir) ini dianggap guru besar yang mampu memotivasi dan mengeksploitasi pemain untuk mengerahkan semua kemampuan terbaiknya. Selama dekade 1960-an, dengan perpaduan gaya main Italia-Spanyol, ia menjadikan sepakbola sebagai pusat pembicaraan semua lapisan masyarakat Milan. Sementara, di lapangan, ia mampu membawa Inter membuat sejarah dengan memenangkan Piala Champions 1963/1964 dan 1964/1965.
Itulah titik balik sejarah sepakbola Eropa. Sebab Inter menjadi juara dengan mengalahkan Real Madrid, tim yang saat itu dianggap superior dan menjadi kekuatan tersendiri di Eropa. Rivalitas AC Milan-Inter sendiri terus berlangsung, tak hanya di tingkat domestik tapi hingga Eropa. Dan rivalitas itu, antara lain, dibumbui pula oleh persaingan dua pemain legendaris pada zamannya: Gianni Rivera (AC Milan) dan Sandro Mazzola (Inter). Persaingan dua klub tersebut makin seru sejak masuknya miliuner Massimo Moratti ke jajaran pemegang saham Inter. Dengan bisnis minyaknya yang termasuk terbesar di Eropa, Moratti bertekad membuat Inter jadi tim terbaik dunia. Seperti pernah mereka capai tiga dekade sebelumnya. (bbs)
Rivalitas Inter-Milan
Di dalam epos Mahabharata dan Ramayana karangan penulis India, Walmiki, terdapat cerita perseteruan dua saudara, Pandawa dan Kurawa. Keduanya bersaudara satu kakek. Tak ada yang menyangka mereka berperang hanya untuk memperebutkan sebuah kerajaan, Hastinapura. Perangnya dinamakan perang Bharatayuda. Kisah mirip terjadi di dunia sepak bola. Pelakonnya adalah Inter Milan dan AC Milan. Saat didirikan, tak ada yang menyangka “permusuhan” bakal terjadi. Pasalnya jauh sebelum derby pertama berlangsung -18 Oktober 1908- baik Inter dan Milan masih dalam satu nama, Milan Cricket & Football Club.
Klub sepak bola dan kriket tersebut didirikan pada 1899. Memasuki awal Maret 1908, sebagian anggota klub keluar dan mendirikan klub baru, Internazionale Football Club Milano - cikal bakal Inter Milan. Alasannya, soal kebijakan pemain asing. Pada awal berdirinya, Milan membatasi keanggotaannya. Mereka hanya menerima pemain asal Italia dan Inggris saja. Ada sebagian anggota yang tak puas. Mereka pun memisahkan diri. Sama dalam hal alur, namun beda dalam prakteknya. Pandawa dan Kurawa sudah tak akur sebelum berebut kekuasaan.Lain lagi derby Milan yang terkenal dengan sebutan Derby della Madonnina.
Cukup banyak pemain yang bersedia pindah ke Inter atau sebaliknya. Itu sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu saat Giuseppe Meazza pindah dari Inter ke Milan pada musim 1940-41. Selanjutnya, beberapa nama mengikuti jejak Meazza. Contoh paling anyar, Christian Vieri dan Francesco Coco.
Di Italia sendiri, derby Milano,tergolong paling panas. Padahal ada sejumlah derby lainnya seperti derby Roma (AS Roma vs Lazio), Genoa (Sampdoria vs Genoa), Turin (Juventus vs Torino), dan Verona (Chievo Verona vs Hellas Verona). Sekaligus pula, derby Milan yang paling seru karena kedua klub berstatus klub besar di dunia.
Saat laga derby tiba, kehormatanlah yang dipertaruhkan. Tak peduli seberapa buruknya permainan melawan tim lain, asal bisa menang lawan tim sekota, itu sudah cukup memuaskan para fans. Derby Milan ini terkenal bukan hanya di Italia. Jutaan pasang mata di seluruh dunia ikut merasakan gejolak adrenalin yang terjadi di San Siro tatkala kedua tim bertarung. Selalu ada drama yang terjadi. Dan bumbu kekerasan fisik pun tak jarang membuat laga derby ini semakin enak disaksikan.
Bagaimanapun, keduanya bersaing demi gengsi klub. Kebencian cukup ditumpahkan di atas lapangan hijau. Selebihnya, Milan tetap saudara tua Inter. Walaupun banyak interisti yang berharap, kelak hanya ada satu klub di Milan, yaitu Internazionale FC. (si/bbs)
Sumber: Majalah Interina volume 2