Ide dari pelaksanaan sistem liga ini telah dikemukakan sejak tahun 2007 sebagai upaya mewujudkan profesionalisme dalam persepakbolaan nasional. Alasan lainnya adalah karena format Liga Indonesia pada tahun 2007 yang kurang adil, berlangsung secara sistem setengah kompetisi. Sistem ini menyebabkan tingginya tingkat ketegangan pertandingan dan sangat berpotensi memicu kerusuhan. Alasan terakhir adalah karena terlalu banyak tim peserta (38 tim).
Harapan yang tinggal harapan. Sepak bola Indonesia yang lebih baik? Jauh panggang dari api. Yang terjadi adalah liga yang benar-benar super, super aneh maksudnya. Jadwal yang amburadul, dan juga penegakan hukum yang tidak tegas membuat persepakbolaan kita berada di titik nadir.
Berkali kali jadwal mengalami pengunduran. Pertama saat ada pelatnas jelang Pra Piala Asia kemudian saat berlangsungnya pemilu. Jadwal pun menjadi amburadul dan tidak tertaur. Hal ini tentunya tak sehat untuk kompetisi. Di saat tim lain tak boleh bertanding karena pemilu, masih ada tim yang boleh bertanding. Jumlah pertandingan pun menjadi terpaut jauh. Ada tim yang sudah bertanding 26 kali, namun ada yang baru 21 pertandingan. Hanya di Indonesia rasanya ada hal seperti ini.

Untuk mengatasi keanehan itu BLI membuat kebijakan yang tak kalah aneh, sentralisasi. Pertandingan dipadatkan dan dipusatkan di satu tempat agar kompetisi bisa berjalan sesuai dengan rencana. Nyatanya tak sampai seminggu sebelum berjalan tiba-tiba saja sentralisasi dibatalkan. Jadwal tetap dengan sistem home dan away.
Saat sentralisasi dibatalkan BLI membuat kebijakan tim tuan rumah harus mempersiapkan tempat. Jika tidak diizinkan bertanding di tempatnya maka harus mencari tempat lain. Jika H-5 sebelum pertandingan masih belum mendapatkan tempat, maka tim tuan rumah dinyatakan kalah WO. Apakah peraturan tersebut benar-benar diterapkan? Bukan BLI namanya jika tak membuat kebijakan aneh. Persija yang seharusnya mendapatkan hukuman WO karena tak mendapatkan tempat bertanding saat melawan PSMS dan PSIS justru tidak di-WO. Pertandingan justru ditunda. Begitu pun dengan Persitara. Seharusnya Persitara dihukum WO karena tak bisa menyelenggarakan pertandingan melawan Persib sesuai jadwal tanggal 25 April.
Kebijakan mengundurkan jadwal rasanya masih tetap dipertahankan BLI. Pertandingan Persib melawan PSMS tanggal 1 Mei pun terancam ditunda karena bertepatan dengan hari buruh! Benar-benar kacau! Kapan selesainya kompetisi ini? Rasanya tidak akan selesai sesuai dengan jadwal.
Satu-satunya cara untuk mengatasi masalah ini adalah REVOLUSI BLI DAN PSSI! Ada banyak kepentingan yang bermain di sana. Ada grup di FB yang berjudul 100.000 orang MENGINGINKAN REVOLUSI PSSI! Saat ini baru terkumpul 2000an anggota. Mari bergabung untuk sepakbola Indonesia yang lebih baik. Ada tujuh tuntutan yang menurut saya sangat bagus:
1. Pergantian ketua umum dang penggurus PSSI yang bersih dari kepentingan bisnis dan
politik.
2. peningkatan kinerja wasit baik kualitas mupun moral
3. format sistem kompetisi yang terprogram dan konsisten
4. standarisasi pemain asing baik kualitas teknik maupun mental
5. peningkatan profesionalisme panpel
6. pembinaan suporter yang damai kreatif atraktif dia atas landasan sportifitas
7. sistem pembinaan klub yang terencana dan konsisten
Yup agar sepakbola kita bisa maju dan bisa berprestasi di kancah internasional, kompetisi harus dibenahi terlebih dahulu. Salah satunya adalah memperbaiki kinerja dan profesionalisme BLI dan PSSI. Maju terus sepakbola Indonesia!!